Author: satgasppks
Satgas PPK UNS dan ULKPKS FMIPA Universitas Brawijaya Perkuat Sinergi Penanganan Kekerasan di Kampus
UNS – Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (Satgas PPK) Universitas Sebelas Maret (UNS) menerima kunjungan Unit Layanan Konseling, Perundungan, dan Kekerasan Seksual (ULKPKS) Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Brawijaya (UB) pada Senin (27/10/2025). Kegiatan yang berlangsung di ruang sidang UKPBJ UNS ini menjadi ajang berbagi praktik baik dalam pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan perguruan tinggi. Ketua Satgas PPK UNS, Prof. Dr. Ismi Dwi Astuti Nurhaeni, M.Si., menjelaskan bahwa Satgas PPK telah resmi masuk dalam Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) UNS dan berada langsung di bawah Rektor. “Jumlah anggota Satgas PPK saat ini 15 orang. Meskipun anggaran terbatas, kami berkomitmen memberikan layanan terbaik dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan di kampus,” ujarnya. Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan, Alumni, dan Kewirausahaan Mahasiswa FMIPA Universitas Brawijaya, Prof. Chomsin Sulistya Widodo, S.Si., M.Si., Ph.D., menyampaikan apresiasi atas sambutan UNS dan menilai pertemuan ini penting untuk memperkuat sistem perlindungan di perguruan tinggi. “Sejak tahun 2023, fakultas kami diminta membentuk unit layanan konseling, perundungan, dan kekerasan seksual. Saat ini, kami menjadi garda terdepan dalam menampung keluhan mahasiswa,” ungkapnya. Melalui kunjungan ke UNS, pihaknya ingin menggali lebih dalam implementasi maupun tantangan yang dihadapi dalam pencegahan dan penanganan khususnya mengenai isu kekerasan seksual di UNS. Prof. Chomsin menambahkan bahwa pihaknya akan mempelajari skema volunteer yang dijalankan Satgas PPK UNS. “Kami datang bersembilan dari UB Malang untuk mendalami bagaimana UNS melakukan pencegahan, penanganan, serta monitoring terhadap kasus kekerasan,” jelasnya. Ketua ULKPKS FMIPA UB, Risalatul Latifah, S.Si., M.Si., berharap kunjungan ini menjadi sarana bertukar gagasan dan praktik baik antar universitas. “Kami ingin banyak belajar dari pengalaman Satgas PPK UNS dalam mengembangkan sistem yang berpihak pada keselamatan dan kenyamanan bagi warga kampus,” tuturnya. Sesi diawali dengan pemaparan profil Satgas PPK UNS yang disampaikan oleh Prof. Ismi. Selanjutnya, sesi diskusi berlangsung interaktif, ULKPKS FMIPA UB dan Satgas PPK UNS membahas strategi pencegahan kekerasan, mekanisme pelaporan kasus, hingga bad and good practices. Diskusi berlanjut saat Pak Faturhadi menyoroti pentingnya prosedur penanganan kasus kekerasan di lingkungan perguruan tinggi. Di akhir diskusi, kedua pihak juga bersepakat untuk terus memperluas jejaring dan kerja sama dalam upaya menciptakan kampus ramah, aman, inklusif, setara, dan bebas dari Kekerasan Kegiatan ini menegaskan komitmen kedua institusi untuk memperkuat sinergi antar perguruan tinggi dalam membangun lingkungan pendidikan yang aman. Kolaborasi ini diharapkan menjadi langkah nyata menciptakan kondisi yang responsif terhadap isu kekerasan, serta memastikan setiap warga kampus terlindungi dari segala bentuk kekerasan.
Seminar Setara: Safe Space Talks
Sabtu, 31 Mei 2025, Prof. Dr. Ismi Dwi Astuti Nurhaeni, M.Si. selaku Ketua Satgas PPK UNS menjadi narasumber dalam kegiatan Safe Space Talks bertajuk “Edukasi dan Empati dalam MenghadapiKekerasan Seksual”. Kegiatan ini diselenggarakan oleh BEM Sekolah Vokasi di Aula LPPM UNS dan dihadiri oleh 50 mahasiswa SV. Greska selaku ketua pelaksana menyampaikan bahwa dengan terlaksananya seminar ini menjadi awal perjalanan dari perjalanan menuju kesetaraan. Selanjutnya, Raffi selaku Presiden BEM SV UNS dalam sambutannya menyampaikan bahwa acara ini merupakan bagian dari komitmen BEM SV dalam memberikan ruang aman bagi mahasiswa tidak hanya melalui edukasi tetapi juga melalui empati yang memberikan dampak nyata dalam pendampingan korban kekerasan seksual. Pada sesi materi Prof Ismi menekankan bagaimana upaya melakukan penguatan dan pendampingan kepada korban yang disesuaikan dengan karakteristik korban kekerasan seksual. Selanjutnya, dalam sesi diskusi terdapat pertanyaan terkait bagaimana melakukan pendampingan kepada korban yang denial terhadap kekerasan yang dialaminya dan apa yang harus dilakukan apabila terjadi aktivitas seksual atas kesepakatan kedua belah pihak akan tetapi terjadi hal-hal yang terjadi diluar kesepakatan. Seminar ini menjadi titik awal yang strategis dalam mewujudkan lingkungan kampus yang aman dan setara, melalui pendekatan edukatif dan empatik yang berpihak secara nyata pada perlindungan dan pendampingan korban kekerasan seksual.
